Alangkah Lucunya (negeri ini) – Sebuah Resensi

26 April 2010

Satu lagi film Indonesia berkualitas muncul pada tahun ini. Setelah berbagai film-film sebelumnya, seperti Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi, dan lain-lain (tidak termasuk film pocong-pocongan lho yah…), pada bulan April tahun 2010, sebuah film yang mengangkat kondisi nyata anak Indonesia sehari-hari.

Film ini dimulai dengan menggambarkan seorang anak muda, lulusan S1 Managemen yang bernama Muluk.

Muluk, sebagai seorang yang baru saja lulus kuliah, tentu saja berupaya untuk mencari kerja. Dengan berbekal ijazah yang dimiliki serta surat kabar yang memuat berbagai lowongan kerja, dia keluar masuk berbagai perusahaan untuk melamar. Namun, semua lamaran tersebut tidak membuahkan hasil. Malah, di sebuah perusahaan, pengetahuan manajemen yang dimilikinya dinyatakan tidak berguna karena pimpinan perusahaan tersebut sudah mencoba segala jenis manajemen, mulai manajemen China, hingga manajemen Arab namun tidak berhasil menyelamatkan perusahaannya. Juga pada saat melamar di perusahaan lain dan ditawarkan untuk menjadi TKI, sebuah bayangan hukum cambuk TKI di Malaysia segera menghinggapi pikiran Muluk yang langsung ditolak mentah-mentah.

Baca lanjutannya >>


Memberi “pelajaran” kepada spammer milis

21 April 2010

Hal yang paling menjengkelkan apabila ikut pada sebuah mailing list selain “debat kusir” yang tidak jelas adalah SPAMMER. Spammer ini mengirimkan pesan atau email yang Out Of Topic (OOT) atau tidak sesuai dengan fungsi mailing list.

Di milis pendidikan, kadang muncul dengan menawarkan rumah atau undian, bahkan menawarkan obat kuat viagra dan lain-lain. Kalau milis itu sifatnya “open” alias terbuka, maka setiap anggota bisa langsung masuk mendaftar dan mengirimkan postingan tanpa melalui mekanisme moderasi. Milis jenis inilah yang paling disukai oleh spammer, karena dengan mudah mereka bisa melakukan aksinya.

Namun, ada juga milis yang sifatnya moderated atau semi moderated. Yang full moderasi adalah milis yang keanggotaannya harus disetujui terlebih dahulu oleh moderator, kemudian setiap postingan juga dimoderasi sehingga butuh waktu untuk menyampaikannya. Yang semi moderasi adalah keanggotaan yang di moderasi atau postingannya yang dimoderasi.

Baca lanjutannya >>


Jangan paksa kami untuk berbaris pak…

18 April 2010

Hari Senin, tanggal 12 April 2010, saat melaksanakan “ritual” pagi yaitu sarapan sambil membaca Harian Kompas, saya tersentak membaca sebuah berita yang tertulis pada Halaman 5 dengan judul berita “Perjalanan Presiden: 470 Kilometer yang menyemangati…” khususnya membaca paragraf terakhir dari tulisan tersebut yang menuliskan “Di mata Presiden, pelajar yang menyambutnya itu dimaknai sebagai semangat generasi muda yang gigih menatap masa depan. ‘Kemarin, saya jalan dari Surabaya ke Malang. Hujan lebat dan sepanjang jalan berdiri pelajar SD, SMP, dan SMA serta pendukung tim sepakbola Arema. Saya terkesan dengan semangat mereka yang tinggi,’ kata Presiden.”

Ya ampun…sontak saya mengerutkan kening dan berpikir, amat tidak pantas justru bangga melihat siswa-siswi kita yang tugasnya belajar malah meninggalkan ruang kelas hanya untuk melambaikan bendera di pinggir jalan di tengah hujan deras :(

Saya jadi ingat cerita sejenis pada tahun 1988 yang saya alami sendiri. Waktu itu saya masih kelas 5 di SD Negeri Mangkura 1 Ujung Pandang. Karena akan ada kunjungan “pejabat” tinggi di sekolah, maka kami diminta untuk bersiap menyambut pejabat tersebut.

Baca lanjutannya >>


Faradina Izdhihary: Surat Terbuka Buat Pringadi, Para Murid, dan Wali Murid

4 April 2010

Pagi ini, seperti biasa saat menekuni rutinitas pagi, yaitu membaca email yang berasal dari 108 mailing list, saya tertarik dengan tulisan yang diforward oleh pak Muhammad Ihsan, sekjen Ikatan Guru Indonesia (IGI) di mailing list Klub Guru. Tulisan ini mengingatkan saya kepada tahun-tahun mengajar di Makassar, juga kepada kehidupan beberapa orang guru saya yang amat sederhana.

Masih teringat saat saya mengunjungi rumah beliau-beliau yang sederhana, yang terkadang kursinya-pun sudah robak sana-sini, belum lagi perabotan yang apa adanya, namun semangat mengajar dan semangat berbagi ilmu terlihat amat berkobar di mata mereka.

Disini terlihat jelas bahwa kekurangan materi bukanlah menjadi penghambat kepada profesi mereka untuk mencerdaskan anak bangsa.

Karena tulisan ini amat bagus, maka saya menuliskan ulang pada blog ini disertai tautan ke tulisan aslinya.

Baca lanjutannya >>