Xtra Large (sebuah resensi)

Xtra LargeMinggu sore, ditengah cuaca yang “tumben” cerah di Jakarta, bersama 2 orang teman berangkat dari Ciputat raya menuju Pondok Indah Mall (PIM) untuk sedikit bersantai di hari libur.

Tujuan memang untuk menikmati tontonan film Xtra Large yang resensinya cukup “menjanjikan” dari web site 21cineplex.

Bertujuan untuk nonton pada pertunjukan pukul 16.05, akhirnya tiba dengan “sukses” di depan loket pada pukul 16.10 🙂

Akhirnya, kami mengambil tiket untuk pertunjukan pukul 18.15 WIB. Untuk menunggu waktu, segera menuju ke TimeZone, Gramedia dan mengisi “kampung tengah” di KFC 😉

Pukul 18.10 mulai memasuki ruang Studio 1.

Film dimulai dengan adegan yang cukup “nakal” dimana memperlihatkan 3 orang sahabat yang masih berada pada tingkatan SLTA, pada malam hingga pagi hari melakukan petualangan “sex”, malah sampai dilakukan di dalam mobil.

Sayang, baru pada adegan awal, film ini sudah memperlihatkan tanda-tanda “mengecewakan.” Pemeran SMA yang seharusnya bertubuh dan berwajah “proporsional” dengan umurnya, diperankan oleh orang yang sepintas lalu saja sudah terlihat cukup “berumur.” Apalagi berulang kali kamera melakukan “close up” pada wajah pemeran, dimana terlihat jelas cukuran “brewok” yang sangat lebat, dimana amat tidak mungkin terjadi pada anak seumuran SLTA.

3 pemuda ini berlatar belakang yang cukup berbeda, Juno (Alex Abbad) memerankan anak seorang yang kaya raya, Stefan (Erron Lebang) memerankan anak yang juga cukup berada namun “hypersex” dan yang terakhir adalah Deni (Jamie Aditya) yang memerankan anak seorang pegawai negeri namun sangat minder karena “ukurannya” yang mungil nan kecil.

Adegan kemudian maju 11 tahun kemudian, dimana mereka dipertemukan kembali dalam sebuah kejutan kecil. Namun, kondisi telah berubah sejak terakhir kali mereka bersama sewaktu SMA. Stefan telah menikah dan Juno telah menjadi pengusaha melanjutkan usaha dari orang tuanya. Sedangkan Deni masih tetap membantu orang tuanya yang menjadi PNS.

Orang tua Deni mendapatkan tawaran yang cukup “menggiurkan” yaitu pindah kembali ke Jakarta (karena pada awal cerita dikisahkan Deni ikut orangtuanya pindah ke Kalimantan), memperoleh kenaikan Jabatan dan penghasilan, asalkan Deni mau menikahi anak pimpinan orangtua Deni yang “kecelakaan” dan hamil 2,5 bulan.

Pada pertemuan awal antara Deni dengan calon istrinya yang bernama Vicky (Dewi Sandra), terungkap bahwa Vicky adalah seorang maniak sex dan menuntut agar Deni pada saat menikah nanti harus mampu memuaskan dia. Apalagi Vicky menuntut ukuran yang “panjang.”

Petualangan akhirnya berlanjut dengan usaha teman-teman Deni untuk mengantar Deni ke Mak Erot (padahal yang menangani adalah seorang penipu yang bernama Mak Siat) dan menyewa seorang pelacur (Intan) untuk mendampingi Deni selama sebulan penuh dan mengajarkan tip dan trik mengenai sex kepada Deni.

Alur cerita sangat khas Indonesia, yaitu “mudah ditebak,” dimana akhirnya Deni justru jatuh cinta dengan Intan dan memilih Intan dibandingkan Vicky.

Secara umum, saya agak heran melihat resensi film ini yang mengatakan film ini adalah film komedi. Karena film ini lebih mengarah ke Drama. Letupan-letupan kelucuan lebih banyak karena kata-kata pemainnya yang cenderung “vulgar”, dan tidak mengarah kepada tindak tanduk dan adegan mereka.

Satu lagi, sistem audio film ini amat sangat buruk sekali. Jangan-jangan hanya ada 1 mic yang digunakan pada saat syuting. Karena dibanyak adegan, suara gelas bergeser, atau suara langkah jauh lebih jelas dibandingkan dengan suara percakapan yang cenderung terdengar seperti “gumaman.”

Intinya, film ini secara kualitas jauh dari film Indonesia yang bergenre komedi lain, seperti Quicky Express, Otomatis Romantis dan Kawin Kontrak.

Kesimpulannya, silakan ditonton apabila ingin menghabiskan waktu saja dan tidak ada film lain lagi yang dianggap bagus 🙂

12 Responses to Xtra Large (sebuah resensi)

  1. Riska O.Diyanto berkata:

    menurut saya gak penting menghabiskan waktu untuk nonton fil yang seperti ini,,,,

  2. khalidmustafa berkata:

    Setuju sih…emang niatnya mau ketawa-ketawa di hari minggu, karena resensinya komedia..cuman sayang…yang diharapkan jauh dari kenyataan 🙂

  3. Tsuroyya berkata:

    Kapan ya Indonesia bikin film yang benar2 bermutu? Baca resensinya Pak Khalid aja udah cukup… ga perlu ditonton (saranku sih)

  4. om_parcom berkata:

    hihihihii…….Emangnya indonesia pernah bikin film bagus ?, coba aja bandingin dengan filmnya TITANIC….. ;))

  5. Unda RamUmar berkata:

    hhehehe mbak Tsuroyya… kalau filem bermutu banyak kok.. di Indonesia.. cuman kebetulan yang lagi di Expose pak Khalid XL aja… coba dech nonton Kala, CIntapocino, kamu lah satu satunya, get merried, Jablay… and banyak lagi sich… (filem tahun kemaren) kalau bisara mutu hehe… ngak mengecewakan… cuman yah.. gitu.. diantara yang banyak itu pula… ada juga yang asli jueeeleeek banget’… kayak mengejar mas2… jelekk…. and coklat strowberi’… and hampir semua film hantu2….

    (tapi anehnya…. sejek2nya filem Indonesia tetap juga di Minati dinegara2 tetangga.. kayak malingsia :d hehehe kemaren kaget filem tahun kemaren aja baru diputar di Bioskop mereka.. aneh juga…)

    hehehe… intinya maju terus film indonesia :d tapi Umar paling kagum nonton film KALA… asli kren abbis….

  6. kidungjingga berkata:

    wah syukurlah, g jadi memaksakan diri “terbang” buat sekedar nonton film itu…

  7. kentang [dan] Keju berkata:

    denger yah sodara2, film indonesia tuch cuman ada dua jenis, klo gak Cinta ya Hantu. padahal kita2 butuh komedi yang kayak CJ7 gitu dech …. RINGAN, NGAKAK, PESAN MORAL na aku kasih 100!!!

    klo kebanyakan nonton film Cinta otak na miring, klo kebanyakan nonton film Hantu punggung na bolong ;p

    saya setuju ama om Nugi (klo gak setuju bisa abis tuch indomie di rumah ama om nugi :d), klo film yg kek gini mudah ditebak, lucu na karena kata2 yg pulgar. dah gitu g ada pesan moral, yg ada pesan molor.

    Om Nugi kpn2 nonton film komedi (lagi), trus jgn di PIM, soal na klo di PIM lebih betah di luar studio daripada di dalam. lebih seruuuu nonton yg mo nonton, tul gak … ;p

  8. asfiandi berkata:

    resensi yg bagus pak,
    kl film indonesia yg pas dengan selera saya beberapa film produksi miles dan kalyana.
    yang laen?males!hehe..

  9. Hasan Seru berkata:

    aku dah nonton.. MENGECEWAKAN!
    ending cerita yang jelek, bener banget, dari komedi menjadi drama… satu hal yang masih aku ingat bener, pemberian nama sekaligus arti yang filosofis untuk “punya”nya Deni, Teguh atau Vivi….
    Btw, aku masih penasaran sama pemeran Intan, cantik banget! mengingatkan aku pada tokoh Lila [Sandra Dewi] di Quickiee Express… sapa sih namanya, Florence siapa gitu….

    Salam kenal ya

  10. grand berkata:

    Mak erottt, hehehehe

  11. dani berkata:

    mungkin keliatan g bermutu
    tapi sekarang diliat dari kondisi indonesia yang cuma ngomong doang tapi g ada usaha nya juga percuma!!!

  12. mmx berkata:

    Bank Khalid ni demen liat bioskop yach? asyik jg tuh !!! orang menilai sebuah karya macem2 jg commentx!

Tinggalkan komentar